Selasa, 16 April 2013

Ritual Sesat Menghadapi Ujian Akhir Nasional

Ujian Akhir Nasional (UAN) kali ini memang terasa sulit dibanding di masa silam. Semakin sulitnya pun, hal-hal tidak logis dan berbau mistik yang dilakukan. Entah kenapa bukan hanya Allah yang jadi tempat mengadu. Apa karena lemahnya iman yang membuat mereka malah semakin jauh dari Allah. Padahal orang-orang musyrik di masa silam saja ketika sulit, yang mereka jadikan tempat harapan adalah Allah semata. Makanya ketika sempit, mereka meminta hanya pada Allah. Namun ketika lapang, Allah diduakan dalam ibadah.

Berbagai Ritual Sesat

Coba kita lihat ada berbagi ritual sesat yang ditampilkan oleh berbagai media menjelang UAN saat ini.

  1. Minta wangsit dari dukun
  2. Memakai jimat dan rajah berupa pensil dan lainnya
  3. Berdo’a melalui perantaraan kubur wali
  4. Mandi kembang
  5. Doakan keampuhan pada pensil yang digunakan untuk UAN
  6. Ritual dzikir dan do’a berjama’ah

Ritual di atas tidak lepas dari syirik, bid’ah dan sesuatu yang tidak logis.

Seseorang tentu saja tidak boleh meminta wangsit lewat para dukun yang biasa menganjurkan amalan-amalan syirik entah mereka menyuruh mengenakan rajah dan jimat, atau membaca wirid-wirid bid’ah lainnya.

Begitu pula tentang jimat dan rajah yang digunakan, ada yang menceritakan bahwa kadang sampai pensil yang digunakan sebagai jimat supaya pensilnya bisa ampuh dan cepat menjawab soal. Sampai pensilnya pundibaca-bacain do’a. Logisnya tidak ada. Dan ini kebiasaan para siswa yang malas belajar. Mengenakan pensil semacam ini termasuk jimat. Dan disebutkan dalam hadits,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad 4: 156. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy atau kuat. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 492).

Dan memakai jimat pun seperti itu tidak pernah menuai keberuntungan. Lihat penggalan hadits berikut.

Dari ‘Imran bin Hushoin, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat pada lengan seseorang suatu gelang. Lalu si pengguna tersebut menampakkannya pada beliau lantas ia berkata,

قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ « وَيْحَكَ مَا هَذِهِ ». قَالَ مِنَ الْوَاهِنَةِ قَالَ « أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ وَهْناً انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِىَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَداً »

“Ini dari tembaga (yang bagus).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Celaka engkau, apa tujuan engkau mengenakan ini?” Ia menjawab, “Ini untuk melindungiku dari sakit wahinah (suatu penyakit yang ada di tangan).” Beliau pun bersabda, “Jimat tersebut hanyalah menambah rasa sakit padamu. Lepaskanlah ia dari tanganmu. Karena jika engkau masih mengenakannya, engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ahmad dalam musnadnya 4: 445, Ibnu Majah 3531, Ibnu Hibban 1410 dan 1411. Hadits tersebut hasan kata Syaikh ‘Abdul Qadir Al Arnauth. Lihat tahqiq dan ta’liq beliau terhadap Kitab At Tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, terbitan Darus Salam, hal. 36).

Begitu pula mandi kembang supaya mendapatkan kemudahan dalam ujian, juga tidaklah dituntunkan dalam Islam. Karena seperti ini berarti ingin mendapatkan berkah (kebaikan) sedangkan mendapatkan berkah mesti dengan dalil. Dan tidak ada dalil satu pun yang mendukung mandi kembang, juga hal ini tidak pernah diamalkan oleh generasi terbaik Islam. Sehingga amalan ini dapat kita katakan termasuk dalam sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718). Dan mencari berkah dengan cara yang tidak dituntunkan termasuk bid’ah dan dianggap ajaran sesat sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Kata Al Hafizh Abu Thohir, sanad hadits ini shahih. Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih). Begitu pula yang termasuk bid’ah adalah melakukan dzikir dan do’a bersama. Karena amalan semacam ini tidak pernah dipraktekkan oleh Nabi dan para sahabat.

Begitu pula ritual mendoakan pensil supaya jadi ampuh ketika ujian, pun tidak berfaedah jika tidak mau belajar. Bagaimana mungkin mengharap dari pensil sedangkan si murid pun baru menjelang hari H ujian belajar semalam suntuk atau menempuh SKS (sistem kebut semalam). Jika seperti itu, mustahil ia bisa berharap ampuhnya pensil.

Yang lebih parah lagi jika sampai melakukan syirik dengan meminta pada kubur sunan atau wali. Karena ketika menjelang hari H ujian, ada sebagian siswa berseragam lengkap yang pergi ke salah satu kuburan sunan untuk berziarah. Ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi:

  • Ia bertawassul lewat perantaraan wali dengan menyerahkan tumbal dan syarat supaya terpenuhinya hajat atau berisi permintaan do’a pada wali, ini termasuk syirik besar.
  • Ia bertawassul lewat perantaraan wali cuma tetapi maksud do’a adalah pada Allah, wali hanya sebagai perantara, ini termasuk bid’ah dan perantara menuju syirik.
  • Ia menganggap lebih afdhol berdo’a di kuburan wali tersebut, ini juga termasuk bid’ah dan perantara menuju syirik.

Kalau yang ia lakukan syirik besar, maka seluruh amalan kebaikannya terhapus, ia keluar dari Islam dan di akhirat kelak akan kekal di neraka. Disebutkan dalam ayat Al Qur’an,

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 88).

إِنَّهُ ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al Maidah: 72).

Orang Musyrik di Masa Silam Masih Lebih Mending

Kalau kita mau melihat tingkah laku kesyirikan saat ini, ternyata sangat parah dibanding kesyirikan di masa silam. Di masa silam, orang musyrik berbuat syirik hanya ketika lapang. Sedangkan ketika mereka dalam keadaan terjepit, mereka berdo’a dan meminta hanya pada Allah. Namun coba lihat keadaan manusia saat ini, ketika susah, ketika lapang pun, mereka tetap berbuat syirik. Termasuk pula ketika susah saat ujian, kok masih berharap pada selain Allah, bahkan sampai melakukan syirik akbar yang dapat membatalkan keislamannya.

Bukti bahwa kesyirikan di masa silam masih lebih mending daripada kesyirikan saat ini dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab berikut,

أَنَّ مُشْرِكِيْ زَمَانِنَا أًغْلَظُ شِرْكـًا مِنَ الأَوَّلِيْنَ، لأَنَّ الأَوَّلِيْنَ يُشْرِكُوْنَ في الرَّخَاءِ وَيُخْلِصُوْنَ في الشِّدَّةِ، وَمُشْرِكُوْا زَمَانِنَا شِرْكُهُمْ دَائِمٌُ؛ في الرَّخَاءِ وَالشِّدَّةِ. وَالدَّلِيْلُ قَوُلُهُ تَعَالَى: فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ [العنكبوت:65].

Kesyirikan di zaman kita betul-betul lebih parah daripada kesyirikan pada zaman dulu. Karena orang-orang musyrik dahulu berbuat syirik di saat lapang, sedangkan mereka mengikhlaskan ibadah kepada Allah ketika dalam kondisi sempit. Namun, orang-orang musyrik saat ini berbuat syirik di sepanjang waktu, baik ketika lapang maupun sempit. Dalil hal ini adalah firman Allah ta’ala  (yang artinya), “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan-Nya.” (QS. Al ‘Ankabut [29] :65)

Kenapa Tidak Berusaha Keras untuk Belajar?

Kalau memang yang ditempuh sistem kebut semalam, mustahil bisa meraih hasil maksimal. Beda hasilnya, jika yang ditempuh adalah belajar dari jauh-jauh hari. Kalau cara terakhir yang dilakukan, tentu saja akan menuai hasil sesuai harapan. Coba lihat perkataan ulama masa silam yang bernama Al Junaid, ia berkata,

ما طلب أحد شيأ بجد وصدق إلا ناله فإن لم ينله كله نال بعضه

“Tidaklah seseorang mencari sesuatu dengan sungguh-sungguh dan penuh kesungguhan, pasti ia akan memperolehnya. Kalau ia tidak memperoleh seluruhnya, ia pasti mendapatkan sebagian.” (Dinukil dari Ta’zhimul ‘Ilmi, guru kami Syaikh Sholih Al ‘Ushoimi)
 

Tawakkal Sudah Jadi Kunci Utama

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca surat Ath Tholaq ayat 3 kepada Abu Dzar Al Ghifariy yaitu ayatnya,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS. Ath Tholaq: 3).  Lalu beliau berkata padanya,

لَوْ أَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَخَذُوْا بِهَا لَكَفَتْهُمْ

Seandainya semua manusia mengambil nasehat ini, itu sudah akan mencukupi mereka.”  Yaitu seandainya manusia betul-betul bertakwa dan bertawakkal, maka sungguh Allah akan mencukupi urusan dunia dan agama mereka. (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 516).

Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Barangsiapa yang menyandarkan diri pada  Allah dalam urusan dunia maupun agama untuk meraih manfaat dan terlepas dari kemudhorotan, dan ia pun menyerahkan urusannya pada Allah, maka Allah yang akan mencukupi urusannya. Jika urusan tersebut diserahkan pada Allah Yang Maha Mencukupi (Al Ghoniy), Yang Maha Kuat (Al Qowi), Yang Maha Perkasa (Al ‘Aziiz) dan Maha Penyayang (Ar Rohiim), maka hasilnya pun akan baik dari cara-cara lain. Namun kadang hasil tidak datang saat itu juga, namun diakhirkan sesuai dengan waktu yang pas.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 870).

Tawakkal itu menyandarkan hati pada Allah agar dimudahkan urusan dan tetap menempuh usaha yang halal. Jadi biar mendapat hasil maksimal, sandarkan diri pada Allah dengan perbanyak do’a ditambah dengan usaha keras dalam belajar.

Bagaimana Jika Tidak Memperoleh Hasil Sesuai Harapan?

1- Yakinilah takdir Allah dan setiap takdir Allah pasti ada hikmahnya.

Allah Ta’ala berfirman,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ (115) فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (116)

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (QS. Al Mu’minun: 115-116)

2- Ketahuilah, manusia memang akan selalu diuji, sesuai dengan tingkatan iman

Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً

Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »

Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad 1: 185. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih)

3- Ingatlah, di balik kegagalan pasti ada kesuksesan.

Dalam surat Alam Nasyroh, Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Asy Syarh: 5)

Ayat ini pun diulang setelah itu,

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Asy Syarh: 6). Qotadah mengatakan, “Diceritakan pada kami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi kabar gembira pada para sahabatnya dengan ayat di atas, lalu beliau mengatakan,

لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ

Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari dalam kitab tafsirnya. Lihat Tafsir Ath Thobari, 24: 496, Dar Hijr)

4- Hadapilah kegagalan dengan bersabar.

‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

الصَّبْرُ مِنَ الإِيْمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الجَسَدِ، وَلَا إِيْمَانَ لِمَنْ لاَ صَبْرَ لَهُ.

Sabar dan iman adalah bagaikan kepala pada jasad manusia. Oleh karenanya, tidak beriman (dengan iman yang sempurna), jika seseorang tidak memiliki kesabaran.” (Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis, Ibnu ‘Abdil Barr, hal. 250, Mawqi’ Al Waroq)

Yang dimaksud dengan bersabar adalah menahan hati dan lisan dari berkeluh kesah serta menahan anggota badan dari perilaku emosional seperti menampar pipi dan merobek baju. (Lihat ‘Uddatush Shobirin wa Zakhirotusy Syakirin,  hal. 10)

5- Yakinlah pahala besar di balik kesabaran yaitu surga.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى

Yang namanya sabar seharusnya dimulai ketika awal ditimpa musibah.” (HR. Bukhari no. 1283, dari Anas bin Malik). Itulah sabar yang sebenarnya. Sabar yang sebenarnya bukanlah ketika telah mengeluh lebih dulu di awal musibah.

6- Ucapkanlah “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa”, pasti ada ganti yang lebih baik

Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّىَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim no. 918)

Semoga Allah beri hidayah.


Dari artikel 'Ritual Sesat Menghadapi Ujian Akhir Nasional — Muslim.Or.Id'

Keajaiban Doa

Keajaiban Doa

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memerintahkan agar berdoa kepada-Nya, dan berjanji mengabulkannya. Allah berfirman, artinya, “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (Qs. al-Mukmin: 60).
Shalawat dan salam kepada Rasul-Nya yang telah bersabda,
إِنَّ الدُّعَاءَ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللَّهِ بِالدُّعَاءِ
Sesungguhnya doa berguna untuk sesuatu yang telah dan akan terjadi, karena itu hendaklah kalian berdoa wahai hamba-hamba Allah.” (HR. at-Tirmidzi).
Berikut ini adalah 4 kisah tentang keajaiban sebuah doa dan beberapa pelajaran penting di dalamnya.
1. Turun Hujan
Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam manusia tertimpa paceklik. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sedang memberikan khutbah pada hari Jum’at, tiba-tiba ada seorang Arab badui berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan telah terjadi kelaparan, berdoalah kepada Allah untuk kami.” Beliau lalu mengangkat kedua telapak tangan untuk berdoa, dan saat itu kami tidak melihat sedikit pun ada awan di langit. Namun demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh beliau tidak menurunkan kedua tangannya kecuali gumpalan awan telah datang membumbung tinggi laksana pegunungan. Dan beliau belum turun dari mimbar hingga akhirnya aku melihat hujan turun membasahi jenggot beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada hari itu, esok hari dan lusa kami terus-terusan mendapatkan guyuran hujan dan hari-hari berikutnya hingga hari Jum’at berikutnya. Pada Jum’at berikut itulah orang Arab badui tersebut, atau orang yang lain berdiri seraya berkata, “Wahai Rasulullah, banyak bangunan yang roboh, harta benda tenggelam dan hanyut, maka berdoalah kepada Allah untuk kami.” Beliau lalu mengangkat kedua telapak tangannya dan berdoa,
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا
“‘Ya Allah, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan sampai menimbulkan kerusakan kepada kami.’ Belum lagi beliau memberikan isyarat dengan tangannya kepada gumpalan awan, melainkan awan tersebut hilang seketika. Saat itu kota Madinah menjadi seperti danau dan aliran-aliran air, Madinah juga tidak mendapatkan sinar matahari selama satu bulan. Dan tidak seorang pun yang datang dari segala pelosok kota kecuali akan menceritakan tentang terjadinya hujan yang lebat tersebut.”(HR. al-Bukhari).
2. Tiga Orang yang Terperangkap di Dalam Gua
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ada tiga orang dari orang-orang sebelum kalian, ketika mereka sedang bepergian turun hujan lalu ketiganya masuk ke dalam gua, namun kemudian gua itu (pintunya) menutup mereka. Maka salah satu di antara mereka berkata kepada yang lainnya; “Demi Allah, wahai kawan, tidak akan ada yang dapat menolong kalian kecuali kejujuran (kebajikan). Lalu masing-masing dari mereka berdoa dengan sesuatu yang mereka ketahui sebagai suatu kebajikan. Salah seorang di antara mereka berkata; “Ya Allah, sungguh Engkau mengetahui bahwa aku pernah punya seorang pekerja, dengan upah satu faraq (tiga sha’) berupa beras lalu dia pergi dan meninggalkan upahnya. Kemudian dari beras itu aku jadikan benih dan aku tanam sehingga berkembang lalu dari hasilnya itu aku belikan seekor sapi. Suatu hari dia datang dan meminta upahnya yang dulu lalu aku katakan kepadanya; “Lihatlah sapi itu. Itulah upahmu yang satu faraq itu ambil dan giringlah pulang”. Orang itu berkata; “Yang menjadi hakku hanyalah satu faraq beras”. Aku katakan kepadanya; “Ambillah sapi itu karena dia hasil yang aku kembangkan dari upah berasmu.” Ya Allah, seandainya Engkau mengetahui apa yang aku kerjakan itu semata karena takut kepada-Mu, maka bukakanlah celah untuk kami.” Lalu pintu gua itu terbuka sedikit. Lalu orang yang lain berkata; “Ya Allah, sungguh Engkau telah mengetahui bahwa aku memiliki dua orangtua yang sudah renta. Dan setiap malam aku membawakan untuk keduanya susu dari kambing milikku. Pada suatu malam, aku terlambat mendatangi keduanya sehingga ketika aku datang keduanya sudah tertidur sementara keluargaku dan anak-anakku menangis karena kelaparan sedangkan aku tidak akan memberi minum kepada mereka sebelum kedua orangtuaku dan aku enggan untuk membangunkan keduanya dan aku juga enggan meninggalkan keduanya dengan meminum jatah susu keduanya. Dan aku terus menunggu dalam keadaan seperti itu hingga terbit fajar. Ya Allah, seandainya Engkau mengetahui apa yang aku kerjakan itu semata karena takut kepada-Mu, maka bukakanlah celah untuk kami”. Lalu pintu gua itu kembali terbuka sedikit hingga mereka dapat melihat langit. Kemudian orang yang ketiga berkata; “Ya Allah, sungguh Engkau mengetahui bahwa aku mempunyai keponakan wanita yang merupakan manusia yang paling aku cintai, dan aku pernah menginginkan dirinya untukku namun dia menolak kecuali bila aku dapat memberinya uang sebanyak seratus dinar. Maka aku bekerja dan berhasil mengumpulkan uang tersebut. Lalu aku temui dia dan aku berikan uang tersebut dan dia mempersilakan dirinya untukku namun ketika aku sudah berada di antara kedua kakinya dia berkata; “Bertakwalah kepada Allah, dan janganlah kamu renggut keperawanan kecuali dengan haq”. Lalu aku berdiri lalu pergi meninggalkan uang seratus dinar tersebut. Ya Allah, seandainya Engkau mengetahui apa yang aku kerjakan itu semata karena takut kepada-Mu, maka bukakanlah celah untuk kami”.”Lalu Allah membukakan gua itu untuk mereka lalu mereka keluar.” (HR. al-Bukhari).
3. Kematian Abu Salamah
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu ia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah,
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا
“‘Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Ya Allah, berilah kami pahala karena musibah ini dan gantikanlah bagiku dengan yang lebih baik daripadanya).’ melainkan Allah akan mengganti baginya dengan yang lebih baik.” Ummu Salamah berkata, “Ketika Abu Salamah telah meninggal, saya bertanya, “Orang muslim manakah yang lebih baik daripada Abu Salamah? Dia adalah orang-orang yang pertama-tama hijrah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian aku pun mengucapkan doa tersebut. Lalu Allah pun menggantikannya bagiku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.” Ummu Salamah mengisahkan; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Hatib bin Abu Balta’ah melamarku untuk beliau sendiri. Lalu saya pun menjawab, “Bagaimana mungkin, aku telah mempunyai seorang anak wanita, dan aku sendiri adalah seorang pencemburu.” Selanjutnya beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab, “Adapun anaknya, maka kita doakan semoga Allah mencukupkan kebutuhannya, dan aku mendoakan pula semoga Allah menghilangkan rasa cemburunya itu.” (HR. Muslim).
4. Doa Nabi Untuk Anas bin Malik
Anas (bin Malik) berkata, “Pada suatu hari aku bersama ibuku datang kepada RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam. Ibuku menyelimutiku dengan separuh kerudungnya dan separuh lagi untuk menyelendangi saya. Ibuku berkata, ‘Ya Rasulullah, inilah Unais (panggilan Anas ketika masih kecil), putra saya. Saya ajak ia kemari agar kelak membantu engkau. OIeh karena itu, doakanlah untuknya! Kemudian Rasulullah berdoa untuk Anas,
اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ
Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya!” Di kemudian hari Anas berkata; Demi Allah, harta saya sekarang sungguh banyak sekali, anak dan cucu saya kini telah mencapai seratus orang lebih.” (HR. Muslim).
Di antara pelajaran yang bisa diambil dari empat kisah di atas, adalah :
  1. Doa itu bermanfaat bagi pelakunya maupun orang yang didoakan, bahkan lingkungan di sekitarnya.
  2. Boleh meminta doa kepada orang shalih yang masih hidup agar diberi kemaslahatan.
  3. Disyariatkan bertawasul dengan amal shalih ketika berdoa.
  4. Salah satu sebab terkabulnya doa adalah dengan bertawasul dengan amal shalih.
  5. Disyariatkan berdoa memohon pahala atas musibah yang menimpa dan meminta ganti dengan yang lebih baik.
  6. Diperbolehkan berdoa agar dikarunia- kan harta dan anak yang banyak.
  7. Hendaknya seseorang tidak berputus asa dari rahmat Allah dengan terus berdoa kepada Allah dan tidak merasa bosan melakukannya.
Masih banyak kisah nyata lain yang menunjukkan keajaiban sebuah doa. Namun, hanya empat kisah yang bisa kami sebutkan. Semoga Allah Ta'ala memberikan taufik kepada kita agar dimudahkan dalam beribadah kepada-Nya melalui doa-doa dan tidak merasa bosan melakukannya. Amien. Wallahu a’lam. (Redaksi)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India