Sabtu, 08 Oktober 2011

Teror Bom itu betulkah Jihad ??


Keamanan adalah Nikmat Asasi
Rasa aman merupakan perkara yang sangat vital. Hal itu tidak dapat dipungkiri, karena manusia sangat membutuhkan rasa aman melebihi kebutuhan terhadap makanan dan minuman. Inilah hikmah mengapa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam lebih mendahulukan permohonan keamanan dalam do’anya sebelum memohon rezeki  dalam surat al-Baqarah ayat 126. Sebab, rezeki yang melimpah tentulah menjadi tidak berarti bagi suatu negeri jika keamanan menjadi barang yang mahal disana. Penduduknya tidak akan mampu menikmati berbagai bentuk rezeki tersebut jika disertai kecemasan dan ketakutan yang mencekam.
Islam sebagai agama yang paripurna datang untuk memelihara hak asasi yang lima, yang salah satu diantaranya adalah memelihara jiwa manusia. Demikian pula, Islam menetapkan hudud (sanksi-sanksi hukum) yang sangat keras bagi siapa saja yang melanggarnya. Semua itu demi mengutamakan keselamatan dan keamanan yang merupakan nikmat asasi di dalam kehidupan manusia, sebagaimana tercantum dalam hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa yang menjumpai pagi hari dalam keadaan aman, sehat jasmani, dan memiliki makanan pokok untuk hari itu, maka seakan-akan dunia dan segala isinya telah dia dapatkan pada hari itu” [HR. Tirmidzi].
Oleh karenanya, rasa aman merupakan salah satu nikmat yang paling besar, dan kehilangan rasa aman merupakan bencana yang paling mengerikan yang dialami oleh manusia. Allah ta’ala berfirman, (yang artinya), 
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” [An Nahl : 112].
Perhatian Rasulullah terhadap Penjagaan Keamanan
Suri tauladan kita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memiliki perhatian yang sedemikian besar terhadap keamanan, baik kepada kaum muslimin maupun kaum kuffar. Kepada kaum muslimin, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari berbagai tindakan kezhaliman melalui sabdanya, 
“Orang muslim itu saudara muslim lainnya, dia tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, dan tidak pula meremehkannya. Ketakwaan itu letaknya disini, -beliau beisyarat ke dadanya tiga kali-. Cukuplah seorang itu dikatakan buruk perangainya jika dia meremehkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim haram melanggar darah, harta, dan kehormatan muslim yang lain [HR. Bukhari dan Muslim].
Bahkan untuk sekedar menakuti saudara sesama muslim, meski dengan niat bercanda, rasulullah memperingatkan dengan keras, 
“Barangsiapa yang mengacungkan kepada saudaranya dengan sebilah benda tajam, maka sesungguhnya para malaikat melaknatnya sampai dia berhenti, meski saudaranya itu adalah saudara sebapak dan seibu.” [HR. Muslim].
Demikian pula dengan kaum kuffar, Islam pun memberikan perhatian yang serupa. Tidak serta merta karena kekafiran mereka, lantas boleh bagi kaum muslimin untuk mengganggu keamanan jiwa mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamBarangsiapa yang membunuh orang mu’ahad (kafir yang memiliki perjanjian damai dengan pihak muslim) niscaya tidak akan mencium wangi surga.” [HR. Bukhari].
Asy Syaukani mengatakan, “Mu’ahad adalah penduduk dar al-harb yang masuk ke negeri Islam dengan adanya jaminan keamanan. Oleh karena itu, haram bagi kaum muslimin membunuhnya hingga dia kembali ke negerinya, dan tidak ada khilaf di kalangan para ulama akan hal ini. Hal itu ditunjukkan dalam firman-Nya di surat at-Taubah ayat 6″ [Nail al-Authar 7/155].
Syaikh Masyhur alu Salman mengatakan, “Membunuh kaum kafir dzimmi (tanpa alasan yang dibenarkan), di akhirat nanti, hukumannya sama seperti membunuh seorang muslim dan sungguh Allah ta’ala telah memberitakan hukuman bagi tindak pembunuhan terhadap seorang muslim dalam surat al-Anbiya ayat 93. Maka, demikian pula hukum membunuh kafir dzimmi. Kekufurannya tidak lantas menjadi alasan sehingga diperbolehkan membunuhnya ketika perjanjian keamanan telah diadakan” [Al Injad fi Abwab al-Jihad hlm. 293].
Nasehat
Kepada mereka yang mendukung tindakan pengeboman ini, dari kalangan yang memiliki ghirah (kecemburuan) terhadap Islam. Hendaklah kita sebagai kaum muslimin, tunduk terhadap dalil dari al-Quran dan sunnah dengan tidak memilah-milih dalil. Kembali kepada penjelasan para ulama terkait masalah ini dan tidak hanya mengedepankan semangat adalah langkah yang harus ditempuh, sehingga tidak membawa kerugian bagi Islam dan kaum muslimin.
Kepada aparat yang berwenang, kerjasama dengan para da’i yang berakidah dan berpemahaman lurus patut ditempuh untuk melaksanakan sosialisasi kepada kaum muslimin sehingga tidak terjangkiti oleh pemahaman radikal yang bisa memicu praktek pengeboman. Meminimalisir peredaran buku-buku yang menyebarkan paham radikal ini juga merupakan salah satu upaya yang patut dilaksanakan.
Kepada kaum muslimin yang lain, ketahuilah bahwa praktek pengeboman ini adalah perbuatan kriminal dan tidak terkait dengan kaum muslimin yang multazim (komitmen) dengan ajaran Islam. Mereka yang tidak berisbal (menjulurkan celana hingga mata kaki), berjilbab syar’i hingga menutup dada ataupun bercadar, semua itu dilakukan karena itulah yang diajarkan oleh agama. Dan selayaknya, media massa pun membuat pemberitaan yang berimbang, karena berpenampilan sesuai syari’at tidaklah identik dengan pelaku atau pendukung praktek pengeboman. Wallahu ta’ala a’lam bi ash-shawab.

dikutip dari : http://adf.ly/36P4u

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India